Oleh : Syah Deva Ammurabi, Mahasiswa Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor
Pangan
merupakan kebutuhan dasar manusia. Tanpa pangan, manusia tidak dapat
menjalankan aktivitasnya dengan baik. Berdasarkan kenyatann tersebut,
Mantan Presiden Republik Indonesia (RI) Ir. Soekarno menganggap bahwa
pangan merupakan soal hidup-matinya suatu bangsa.
Beras
merupakan makanan pokok lebih dari 95% rakyat Indonesia. Beras
dihasilkan melalui penggilingan tanaman padi. Kegiatan bercocok tanam
padi telah menyediakan lapangan pekerjaan bagi sekitar 20 juta rumah
tangga petani di pedesaan (Balai Besar Penelitian Tanaman Padi 2009).
Menurut Survei Sosial Ekonomi Nasional 2013, konsumsi beras per kapita
RI sebesar 85,5 kg (Badan Pusat Statistik 2013). Sementara itu, menerut
Sensus Penduduk Indonesia 2010, penduduk Indonesia berjumlah 237.556.363
orang dengan pertumbuhan rata-rata 1,49% setiap tahunnya (Badan Pusat
Statistik 2010). Kebutuhan pangan di Indonesia terus bertambah seiring
bertambahnya jumlah penduduk. Untuk itu, pemerintah terus berupaya
meningkatkan prosuktivitas padi dan mengimpor beras untuk memenuhi
kebutuhan dalam negeri.
Indonesia dengan tanahnya yang
subur memungkinkan penanaman padi secara intensif dengan panen sekitar
2-3 kali dalam setahun. DI sisi lain, Indonesia merupakan negara yang
rawan berbagai bencana alam seperti banjir, tanah longsor, kekeringan,
gempa bumi, gunung meletus, dan sebagainya. Hal ini menyebabkan pasokan
pangan seringkali terganggu. Selain itu, infrastruktur yang buruk turut
menghambat distribusi pangan.
Oleh karena itu,
keberadaan cadangan beras sangat penting untuk memenuhi kebutuhan
masyarakat dan menjaga kestabilan harga di pasar. Selama ini, sebagian
besar cadangan beras nasional disimpan dalam gudang-gudang Badan Usaha
Logistik (Bulog) dalam bentuk Cadangan BEras Pemerintah (CBP) (Bulog
2010). Namun, banyak masyarakat yang mengeluhkan mengenai buruknya
kualitas beras Bulog. Selain itu, cadangan beras bulog tidak selalu
mencukupi kebutuhan masyarakat.
Untuk mengurangi
ketergantungan terhadap pasokan beras Bulog, keberadaan lumbung padi di
desa-desa penghasil padi sangat diperlukan sebagai salah satu upaya
untuk menjaga ketahanan pangan di Indonesia. Padi tersebut disimpan
dalam bentuk gabah. Padi yang disimpan dalam lumbung berfungsi sebagai
cadangan kebutuhan pangan masyarakat.
Secara tradisional, masyarakat Indonesia telah lama mengenal lumbung padi sebagai kearifan lokal mereka, misalnya Rangkiang (Minangkabau), Leuit (Baduy dan Sunda), Alang (Toraja), Sambik (Lombok),
dan sebagainya. Kepemilikannya dipegang oleh setiap keluarga atau
secara kolektif oleh desa. Dalam masyarakat tradisional, lumbung
dianggap sebagai lambang kekayaan bagi pemiliknya.
Lumbung-lumbung
padi tersebut sangat cocok untuk dikembangkan secara kolektif di
pedesaan, karena tidak semua warga mempunyai lumbung sendiri.
Penyimpanan padi secara kolektif dapat menumbuhkan sikap gotong royong
dan kebersamaan warga desa. Untuk mewujudkan hal tersebut, penduduk desa
(pemilik lahan) diharapkan kesediannya untuk menyimpan padinya dalam
lumbung. Perangkat desa juga dapat memeberikan akses terhadap cadangan
padi lumbung kepada pemilik lahan yang menyerahkan hasil panennya, serta
sanksi berupa pelarangan akses terhadap cadangan padi lumbung kepada
pemilik lahan yang tidak menyumbangkan hasil panennya. Selain itu,
pemerintah dapat memberikan bantuan berupa dana dan kemudahan regulasi
dalam pembangunan lumbung-llumbung tersebut. Jika peran pemerintah
dinilai kurang, pembangunan lumbung dapat dilakukan secara swadaya oleh
masyarakat desa. Sehingga, terwujudlah ketahanan dan kemandirian pangan
masyarakat pedesaan, Selain itu, keberadaan lumbung padi tradisional
tersebut turut melestarikan budaya setempat.
Daftar Pustaka
Administrator. 2014. Belajar Ketahanan Pangan dan Kearifan Lokal Lombok Utara [Internet]<a>http://bkp.ntbprov.go.id/berita-182-belajar-ketahanan-pangan-dari-kearifan-lokal-lombok-utara.html [5 April 2014]
Arievrahman. 2012. Mari Belajar dari Baduy [Internet] <a>http://backpackstory.me/2012/07/01/mari-belajar-dari-baduy/ [13 April 2014]
Badan Pusat Statistik.2013. Survei Sosial Ekonomi Nasional. Jakarta (ID): Badan Pusat Statistik
Badan Pusat Statistik.2010. Hasil Sensus Penduduk 2010 Data Agregat Per Provinsi. Jakarta (ID): Badan Pusat Statistik
Balai Besar Penelitian Tanaman Padi. 2009. Pedoman Umum Peningkatan Produksi Padi Melalui Pelaksanaan IP Padi 400. Subang (ID) : Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian.
Bulog. 2010. Sekilas CBP (Cadangan Beras Pemerintah) [Internet] <a>http://www.bulog.co.id/sekilascbp_v2.php [13 April 2014]
Jimbalang. 2011.Nama-Nama Rangkiang [Internet] <a>http://www.allaboutminangkabau.com/2011/10/rangkiang.html/ [5 April 2014]
Navis AA. 1984. Alam Terkembang Jadi Guru: Adat dan Kebudayaan Minangkabau. Jakarta (ID) : Grafiti Pers.
Septiawan B. 2008. Analisis Desain Fungsional, Struktural, dan Kondisi Iklim Mikro Pada Lumbung Padi Tradisional (Leuit)
Masyarakat Baduy Luar di Provinsi Banten [Skripsi]. Bogor (ID) : Teknik
Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Syahmusir
V. 2004. Pola Permukiman Tradisional Toraja: Studi Kasus Permukiman
Tradisional Kaero. Makassar (ID) : Pusat Kajian Indonesia Timur,
Universitas Hasanuddin
Tidak ada komentar:
Posting Komentar