Minggu, 19 April 2015

Membangun Ketahanan Pangan Masyarakat Desa Melalui Lumbung Padi Tradisional

Oleh : Syah Deva Ammurabi, Mahasiswa Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor

Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia. Tanpa pangan, manusia tidak dapat menjalankan aktivitasnya dengan baik. Berdasarkan kenyatann tersebut, Mantan Presiden Republik Indonesia (RI) Ir. Soekarno menganggap bahwa pangan merupakan soal hidup-matinya suatu bangsa.

Beras merupakan makanan pokok lebih dari 95% rakyat Indonesia. Beras dihasilkan melalui penggilingan tanaman padi. Kegiatan bercocok tanam padi telah menyediakan lapangan pekerjaan bagi sekitar 20 juta rumah tangga petani di pedesaan (Balai Besar Penelitian Tanaman Padi 2009). Menurut Survei Sosial Ekonomi Nasional 2013, konsumsi beras per kapita RI sebesar 85,5 kg (Badan Pusat Statistik 2013). Sementara itu, menerut Sensus Penduduk Indonesia 2010, penduduk Indonesia berjumlah 237.556.363 orang dengan pertumbuhan rata-rata 1,49% setiap tahunnya (Badan Pusat Statistik 2010). Kebutuhan pangan di Indonesia terus bertambah seiring bertambahnya jumlah penduduk. Untuk itu, pemerintah terus berupaya meningkatkan prosuktivitas padi dan mengimpor beras untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri.

Indonesia dengan tanahnya yang subur memungkinkan penanaman padi secara intensif dengan panen sekitar 2-3 kali dalam setahun. DI sisi lain, Indonesia merupakan negara yang rawan berbagai bencana alam seperti banjir, tanah longsor, kekeringan, gempa bumi, gunung meletus, dan sebagainya. Hal ini menyebabkan pasokan pangan seringkali terganggu. Selain itu, infrastruktur yang buruk turut menghambat distribusi pangan.

Oleh karena itu, keberadaan cadangan beras sangat penting untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dan menjaga kestabilan harga di pasar. Selama ini, sebagian besar cadangan beras nasional disimpan dalam gudang-gudang Badan Usaha Logistik (Bulog) dalam bentuk Cadangan BEras Pemerintah (CBP) (Bulog 2010). Namun, banyak masyarakat yang mengeluhkan mengenai buruknya kualitas beras Bulog. Selain itu, cadangan beras bulog tidak selalu mencukupi kebutuhan masyarakat.

Untuk mengurangi ketergantungan terhadap pasokan beras Bulog, keberadaan lumbung padi di desa-desa penghasil padi sangat diperlukan sebagai salah satu upaya untuk menjaga ketahanan pangan di Indonesia. Padi tersebut disimpan dalam bentuk gabah. Padi yang disimpan dalam lumbung berfungsi sebagai cadangan kebutuhan pangan masyarakat.

Secara tradisional, masyarakat Indonesia telah lama mengenal lumbung padi sebagai kearifan lokal mereka, misalnya Rangkiang (Minangkabau), Leuit (Baduy dan Sunda), Alang (Toraja), Sambik (Lombok), dan sebagainya. Kepemilikannya dipegang oleh setiap keluarga atau secara kolektif oleh desa. Dalam masyarakat tradisional, lumbung dianggap sebagai lambang kekayaan bagi pemiliknya.

Lumbung-lumbung padi tersebut sangat cocok untuk dikembangkan secara kolektif di pedesaan, karena tidak semua warga mempunyai lumbung sendiri. Penyimpanan padi secara kolektif dapat menumbuhkan sikap gotong royong dan kebersamaan warga desa. Untuk mewujudkan hal tersebut, penduduk desa (pemilik lahan) diharapkan kesediannya untuk menyimpan padinya dalam lumbung. Perangkat desa juga dapat memeberikan akses terhadap cadangan padi lumbung kepada pemilik lahan yang menyerahkan hasil panennya, serta sanksi berupa pelarangan akses terhadap cadangan padi lumbung kepada pemilik lahan yang tidak menyumbangkan hasil panennya. Selain itu, pemerintah dapat memberikan bantuan berupa dana dan kemudahan regulasi dalam pembangunan lumbung-llumbung tersebut. Jika peran pemerintah dinilai kurang, pembangunan lumbung dapat dilakukan secara swadaya oleh masyarakat desa. Sehingga, terwujudlah ketahanan dan kemandirian pangan masyarakat pedesaan, Selain itu, keberadaan lumbung padi tradisional tersebut turut melestarikan budaya setempat.
 Daftar Pustaka

Administrator. 2014. Belajar Ketahanan Pangan dan Kearifan Lokal Lombok Utara [Internet]<a>http://bkp.ntbprov.go.id/berita-182-belajar-ketahanan-pangan-dari-kearifan-lokal-lombok-utara.html [5 April 2014]

Arievrahman. 2012. Mari Belajar dari Baduy [Internet] <a>http://backpackstory.me/2012/07/01/mari-belajar-dari-baduy/ [13 April 2014]

Badan Pusat Statistik.2013. Survei Sosial Ekonomi Nasional. Jakarta (ID): Badan Pusat Statistik

Badan Pusat Statistik.2010. Hasil Sensus Penduduk 2010 Data Agregat Per Provinsi. Jakarta (ID): Badan Pusat Statistik

Balai Besar Penelitian Tanaman Padi. 2009. Pedoman Umum Peningkatan Produksi Padi Melalui  Pelaksanaan IP Padi 400. Subang (ID) : Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian.

Bulog. 2010. Sekilas CBP (Cadangan Beras Pemerintah) [Internet] <a>http://www.bulog.co.id/sekilascbp_v2.php [13 April 2014]

Jimbalang. 2011.Nama-Nama Rangkiang [Internet] <a>http://www.allaboutminangkabau.com/2011/10/rangkiang.html/ [5 April 2014]

Navis AA. 1984. Alam Terkembang Jadi Guru: Adat dan Kebudayaan Minangkabau. Jakarta (ID) : Grafiti Pers.

Septiawan B. 2008. Analisis Desain Fungsional, Struktural, dan Kondisi Iklim Mikro Pada Lumbung Padi Tradisional (Leuit) Masyarakat Baduy Luar di Provinsi Banten [Skripsi]. Bogor (ID) : Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Syahmusir V. 2004. Pola Permukiman Tradisional Toraja: Studi Kasus Permukiman Tradisional Kaero. Makassar (ID) : Pusat Kajian Indonesia Timur, Universitas Hasanuddin

Tidak ada komentar:

Posting Komentar