Minggu, 19 April 2015

Apakah Respirasi Mengurangi Produksi Tanaman?



Oleh : Moh. Zulfajrin, Mahasiswa Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor
Proses respirasi Tanaman dapat mengkonsumsi hampir separuh dari jumlah karbon fotosintesis setiap hari. Meskipun secara umum laju respirasi pada tumbuhan cukup rendah, proses ini cukup berkontribusi dalam proses metabolisme karena terjadi selama 24 jam per hari. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 30 – 60% hasil fotosintesis tumbuhan herba hilang melalui respirasi. Kira-kira sepertiga dari fotosintat direspirasikan pada pohon muda dan dua kali lipatnya pada pohon yang lebih tua. Hal tersebut dikarenakan oleh menurunnya rasio jaringan fotosintetik dan nonfotosintetik. Bahkan 70 – 80% fotosintat hilang melalui respirasi pada tanaman tropik akibat tingkat laju yang tinggi pada malam hari.
Pada kondisi tertentu, respirasi dapat menggantikan proses fotosintesis yang sedang berlangsung. Peristiwa ini didasari oleh kemampuan enzim kunci reaksi gelap (siklus Calvin) yaitu enzim rubisco. Selain mempunyai kemampuan melakukan katalisis reaksi karboksilasi, Rubisco juga mampu mengkatalisis reaksi oksigenasi dari molekul RUBP (Ribulosa 1,5-bifosfat). Hal ini akan menyebabkan terjadinya fotorespirasi. Fotorespirasi akan menurunkan efisiensi reaksi fotosintesis neto dari 90% menjadi 50%.  Hal ini dapat menyebabkan terganggunya kecepatan suplai fotosintat.
Upaya untuk membangun hubungan kuantitatif antara metabolisme energi dalam proses respirasi dan berbagai proses yang terjadi di dalam sel telah menyebabkan pecahnya respirasi menjadi dua komponen Saat tumbuhan dalam fase muda/sedang tumbuh, karbon tereduksi hasil dari fosintesis dipakai untuk penambahan biomassa baru. Komponen lain yaitu respirasi yang diperlukan untuk menjaga sel-sel dewasa yang ada dalam keadaan baik. Pemanfaatan energi dengan pemeliharaan respirasi belum dipahami dengan baik, tapi perkiraan menunjukkan bahwa hal itu dapat mewakili lebih dari 50% dari total fluks respirasi.
Meskipun banyak pertanyaan tetap mengenai masalah ini, ada beberapa contoh empiris hubungan antara tingkat respirasi tanaman dan hasil panen. Dalam tanaman hijauan, rye  (Lolium perenne), kenaikan yield 10% sampai 20% yang berkorelasi dengan penurunan 20% dalam tingkat respirasi daun (Wilson dan Jones 1982). Korelasi serupa telah ditemukan untuk tanaman lain, termasuk jagung (Zea mays) dan fescue (Festaca arundinacea) (Lambers 1985). Namun, penyelidikan kemudian telah menunjukkan bahwa "seleksi untuk tingkat respirasi daun bukanlah metode yang tepat untuk memilih untuk kultivar unggul pada rye " (Kraus dan Lambers 2001).
Meskipun berpotensi meningkatkan hasil panen melalui pengurangan tingkat pernapasan, pemahaman yang lebih baik tentang situs dan mekanisme yang mengontrol respirasi tanaman diperlukan sebelum perubahan tersebut dapat dimanfaatkan secara komersial dan sistematis oleh ahli fisiologi tanaman, genetika, dan biologi molekuler ( Loomis dan Amthor 1999). Selain itu, mekanisme penerapan umum dari pengamatan dan kondisi tingkat respirasi yang lebih lambat bisa berada menumbulkan kerugian yang menyebabkan penurunan hasil panen merupakan sesuatu yang perlu dikaji lebih dalam lagi.
Penelitian terbaru menunjukkan bagaimana prediksi dampak perubahan diarahkan pada tingkat molekuler pada produktivitas tanaman. Nunes-Nesi et al. (2005b)  menemukan adanya peningkatan produktivitas tanaman tomat transgenik dengan berkurangnya aktivitas mitokondria dehidrogenase malat dibandingkan dengan tipe liar. Meskipun aktivitas respirasi mitokondria yang diisolasi dari tanaman transgenik tidak berubah atau lebih tinggi dari pada tipe liar, tingkat respirasi daun berkurang dalam tanaman transgenik. Fotosintesis meningkat secara nyata pada tanaman transgenik, kemungkinan terkait dengan peningkatan konsentrasi askorbat.
Enzim oksidase alternatif merupakan enzim yang terdapat pada membran dalam mitokondria yang bertanggungjawab terhadap pengambilan oksigen. Mengingat mekanisme alami pembuangan energi dari oksidase alternatif, bisa diharapkan bahwa sel-sel tumbuhan yang kekurangan enzim akan tumbuh lebih cepat daripada jenis liar. Kedua, oksidase alternatif memiliki peran dalam respon tanaman untuk stres oksidatif dan stres abiotik. Hasil percobaan terhadap tanaman tembakau menunjukkan sel-sel transgenik dengan konsentrasi oksidase alternatif yang sangat rendah tumbuh secepat sel tipe liar pada kondisi kekurangan unsur hara dan lebih cepat daripada jenis liar dalam kondisi keterbatasan makronutrien (rendah fosfat atau rendah nitrogen). Hal tersebut menunjukkan bahwa oksidase alternatif merupakan faktor penting pada modulasi tingkat pertumbuhan dalam merespon tingkat ketersediaan hara. Meskipun begitu, peran enzim ini tidak dapat diabaikan karena memungkinkan mitokondria mengatur laju relatif produksi ATP dan sistesis kerangka karbon serta mencegah over-reduksi yang dapat merusak organel-organel respirasi.
Respirasi pada tanaman melibatkan jaringan interaksi metabolisme yang rumit, pengaturan ekspresi gen yang kompleks dan berbagai aktivitas enzimatik. Juga ketika melihat metabolisme karbon secara keseluruhan termasuk metabolisme fotosintesis dan heterotrofik, upaya bioteknologi meningkatkan hasil telah membuat relatif sedikit kemajuan. Hal ini sebagian merupakan konsekuensi dari kompleksitas, dan gangguan yang menyebabkan efek samping tak terduga. Namun, efek dari perubahan genetik metabolisme karbon sekarang dapat diikuti secara rinci dengan menggunakan pendekatan keseluruhan secara umum, dan meningkatnya detail dalam analisis bantu modifikasi khusus metabolisme karbon untuk meningkatkan produksi.


Daftar Pustaka
Anonim.2013.Fisiologi Tumbuhan Dasar.Bogor(ID):Bagian Fisiologi dan Genetika Tumbuhan Departemen Biologi Fakultas Matematika dan IPA Institut Pertanian Bogor
Campbel NA, Reece JB.2009.Biology 9th Edition.San Fransisco(USA):Pearson Education inc.
Wilkins, M.B. 1991. Fisiologi Tanaman I.Jakarta  (ID): PT Bina Aksara Jakarta

Tidak ada komentar:

Posting Komentar