Oleh : Moh. Zulfajrin, Mahasiswa Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor
Proses respirasi Tanaman dapat
mengkonsumsi hampir separuh dari jumlah karbon fotosintesis setiap hari.
Meskipun secara umum laju respirasi pada tumbuhan cukup rendah, proses ini
cukup berkontribusi dalam proses metabolisme karena terjadi selama 24 jam per
hari. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 30 – 60% hasil fotosintesis tumbuhan
herba hilang melalui respirasi. Kira-kira sepertiga dari fotosintat
direspirasikan pada pohon muda dan dua kali lipatnya pada pohon yang lebih tua.
Hal tersebut dikarenakan oleh menurunnya rasio jaringan fotosintetik dan
nonfotosintetik. Bahkan 70 – 80% fotosintat hilang melalui respirasi pada
tanaman tropik akibat tingkat laju yang tinggi pada malam hari.
Pada kondisi tertentu, respirasi dapat
menggantikan proses fotosintesis yang sedang berlangsung. Peristiwa ini
didasari oleh kemampuan enzim kunci reaksi gelap (siklus Calvin) yaitu enzim
rubisco. Selain mempunyai kemampuan melakukan katalisis reaksi karboksilasi,
Rubisco juga mampu mengkatalisis reaksi oksigenasi dari molekul RUBP (Ribulosa
1,5-bifosfat). Hal ini akan menyebabkan terjadinya fotorespirasi. Fotorespirasi
akan menurunkan efisiensi reaksi fotosintesis neto dari 90% menjadi 50%. Hal ini dapat menyebabkan terganggunya
kecepatan suplai fotosintat.
Upaya untuk membangun hubungan
kuantitatif antara metabolisme energi dalam proses respirasi dan berbagai proses
yang terjadi di dalam sel telah menyebabkan pecahnya respirasi menjadi dua
komponen Saat tumbuhan dalam fase muda/sedang tumbuh, karbon tereduksi hasil
dari fosintesis dipakai untuk penambahan biomassa baru. Komponen lain yaitu
respirasi yang diperlukan untuk menjaga sel-sel dewasa yang ada dalam keadaan
baik. Pemanfaatan energi dengan pemeliharaan respirasi belum dipahami dengan
baik, tapi perkiraan menunjukkan bahwa hal itu dapat mewakili lebih dari 50%
dari total fluks respirasi.
Meskipun banyak pertanyaan tetap
mengenai masalah ini, ada beberapa contoh empiris hubungan antara tingkat
respirasi tanaman dan hasil panen. Dalam tanaman hijauan, rye (Lolium perenne), kenaikan yield 10% sampai
20% yang berkorelasi dengan penurunan 20% dalam tingkat respirasi daun (Wilson
dan Jones 1982). Korelasi serupa telah ditemukan untuk tanaman lain, termasuk
jagung (Zea mays) dan fescue (Festaca arundinacea) (Lambers 1985). Namun,
penyelidikan kemudian telah menunjukkan bahwa "seleksi untuk tingkat
respirasi daun bukanlah metode yang tepat untuk memilih untuk kultivar unggul pada
rye " (Kraus dan Lambers 2001).
Meskipun berpotensi meningkatkan hasil
panen melalui pengurangan tingkat pernapasan, pemahaman yang lebih baik tentang
situs dan mekanisme yang mengontrol respirasi tanaman diperlukan sebelum
perubahan tersebut dapat dimanfaatkan secara komersial dan sistematis oleh ahli
fisiologi tanaman, genetika, dan biologi molekuler ( Loomis dan Amthor 1999). Selain
itu, mekanisme penerapan umum dari pengamatan dan kondisi tingkat respirasi yang
lebih lambat bisa berada menumbulkan kerugian yang menyebabkan penurunan hasil
panen merupakan sesuatu yang perlu dikaji lebih dalam lagi.
Penelitian terbaru menunjukkan bagaimana
prediksi dampak perubahan diarahkan pada tingkat molekuler pada produktivitas
tanaman. Nunes-Nesi et al. (2005b) menemukan adanya peningkatan produktivitas
tanaman tomat transgenik dengan berkurangnya aktivitas mitokondria
dehidrogenase malat dibandingkan dengan tipe liar. Meskipun aktivitas respirasi
mitokondria yang diisolasi dari tanaman transgenik tidak berubah atau lebih
tinggi dari pada tipe liar, tingkat respirasi daun berkurang dalam tanaman
transgenik. Fotosintesis meningkat secara nyata pada tanaman transgenik, kemungkinan
terkait dengan peningkatan konsentrasi askorbat.
Enzim oksidase alternatif merupakan enzim yang terdapat pada membran
dalam mitokondria yang bertanggungjawab terhadap pengambilan oksigen. Mengingat
mekanisme alami pembuangan energi dari oksidase alternatif, bisa diharapkan
bahwa sel-sel tumbuhan yang kekurangan enzim akan tumbuh lebih cepat daripada
jenis liar. Kedua, oksidase alternatif memiliki peran dalam respon tanaman
untuk stres oksidatif dan stres abiotik. Hasil percobaan terhadap tanaman
tembakau menunjukkan sel-sel transgenik dengan konsentrasi oksidase alternatif
yang sangat rendah tumbuh secepat sel tipe liar pada kondisi kekurangan unsur
hara dan lebih cepat daripada jenis liar dalam kondisi keterbatasan
makronutrien (rendah fosfat atau rendah nitrogen). Hal tersebut menunjukkan
bahwa oksidase alternatif merupakan faktor penting pada modulasi tingkat
pertumbuhan dalam merespon tingkat ketersediaan hara. Meskipun begitu, peran
enzim ini tidak dapat diabaikan karena memungkinkan mitokondria mengatur laju
relatif produksi ATP dan sistesis kerangka karbon serta mencegah over-reduksi
yang dapat merusak organel-organel respirasi.
Respirasi pada tanaman melibatkan jaringan interaksi
metabolisme yang rumit, pengaturan ekspresi gen yang kompleks dan berbagai aktivitas
enzimatik. Juga ketika melihat metabolisme karbon secara keseluruhan termasuk
metabolisme fotosintesis dan heterotrofik, upaya bioteknologi meningkatkan
hasil telah membuat relatif sedikit kemajuan. Hal ini sebagian merupakan
konsekuensi dari kompleksitas, dan gangguan yang menyebabkan efek samping tak
terduga. Namun, efek dari perubahan genetik metabolisme karbon sekarang dapat
diikuti secara rinci dengan menggunakan pendekatan keseluruhan secara umum, dan
meningkatnya detail dalam analisis bantu modifikasi khusus metabolisme karbon
untuk meningkatkan produksi.
Daftar
Pustaka
Anonim.2013.Fisiologi Tumbuhan Dasar.Bogor(ID):Bagian Fisiologi dan Genetika
Tumbuhan Departemen Biologi Fakultas Matematika dan IPA Institut Pertanian
Bogor
Campbel NA, Reece JB.2009.Biology 9th Edition.San
Fransisco(USA):Pearson Education inc.
Wilkins,
M.B. 1991. Fisiologi Tanaman I.Jakarta (ID):
PT Bina Aksara Jakarta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar