Selasa, 15 Agustus 2017

Ketika Aktivis Membantah Menteri dengan Modal Kajian SMA



Setelah melihat beberapa postingan teman yang menyindir pemerintahan jokowi saat ini mengenai masalah impor garam, rasanya saya ingin berkomentar. Bukannya membela, tetapi lebih ke penyadaran dan penyeimbangan arus informasi. Karena, banyak orang, terutama teman-teman saya mengkritik kebijakan impor garam tersebut dengan modal kajian yang terlalu minim. Akibat ilmu dan logika yang kurang berkembang, mungkin karena malas membaca dan mengkaji, mereka justru menjadi korban hoax ilmiah yang dijalankan oleh gerombolan oknum-oknum kontra pemerintah. Mereka terlalu menggampangkan alur produksi garam serta tidak mengklarifikasi bagaimana proses pengambilan keputusan para pakar ilmu dan birokrat di Kementerian Kelautan dan Perikanan. Ditambah lagi dengan provokasi "kelas anak SMA" dari Mr. Oke Oce, Wakil Gubernur terpilih DKI Jakarta. 

Di media sosial, banyak beredar meme kritikan kepada kebijakan impor garam pemerintah yang di share oleh teman-teman aktivis. Seperti gambar di atas, memang kelihatannya mudah dan masuk logika. Air laut mengandung garam dan kemudian dijemur dibawah sinar matahari. Sejauh ini benar, menurut logika anak SMA. Tetapi, kesalahan fatal para aktivis menshare meme ini adalah menerapkan logika dasar SMA ini pada kebijakan pemerintah yang berlaku sangat luas. Seharusnya mereka melanjutkan logika berpikinya sampai setara universitas, setidaknya dengan bertanya seperti ini: apakah kondisi air laut di setiap pesisir Indonesia sama? Apakah ada perbedaan salinitas air laut saat musim hujan dan musim kemarau? Seberapa besar batas salinitas air laut untuk menghasilkan produksi garam yang sesuai secara ekonomi? kalau pantainya rawa-rawa apakah bisa? Seberapa besar luasan tambak dan produksi yang dihasilkan untuk mencapai skala ekonomi? kok di Jawa yang sudah lumayan canggih dan maju saja, tidak semua pantai bisa mempunyai tambak garam? Di daerah Madura, tempatnya para petambak garam pun hanya sebagian kecil pantainya yang jadi tambak garam. Di Eropa, wilayah dengan pengembangan teknologi yang memadai, banyak negara yang justru menambang garam di daratan, sampai produksinya mengalahkan negara-negara yang punya garis pantai lebih panjang. Kok bisa? Belum lagi masalah aksesibilitas, transportasi dan rancangan rantai distribusi. 

Sungguh banyak pertanyaan yang bisa diajukan sebelum mengkritik pemerintah kita dan mengajukan solusi yang bisa diterapkan di masyarakat. Dan dengan kondisi para aktivis daerah yang seperti ini, saya sebagai anak bangsa sungguh merasa kasihan. Mereka membagikan meme-meme "Hoax Ilmiah" ini tanpa tahu akibat besarnya yang merusak logika dan memprovokasi masyarakat awam untuk tidak mempercayai kebijakan pemerintah. 

Awal tahun ini, saya bertemu dengan Direktur Jasa Kelautan KKP, Direktorat yang membidangi masalah "Pergaraman" Indonesia. Beliau telah mengisyaratkan kekurangan garam tahun ini, dan dengan tangan terbuka meminta bantuan pemda untuk mendata lokasi-lokasi yang cocok sebagai lokasi tambak dan pabrik garam. Masalah modal? tenang saja nanti bisa kerjasama dengan pabrik garam berkapasitas besar di Nusa Tenggara.

Apa artinya ini?
Pemerintah berkomitmen untuk menambah pasokan garam nasional untuk perencanaan jangka panjang, tetapi karena kebutuhan saat ini yang sangat mendesak, maka impor garam menjadi keniscayaan sebagai kebijakan instan jangka pendek.

Kita tidak hanya mau membuat satu atau dua karung garam, tetapi pabrik beserta tambak dengan kapasitas ribuan ton, selain untuk mencapai kesesuaian secara ekonomi, juga signifikan untuk menalangi kebutuhan nasional. Itu untuk jangka panjang. Akan tetapi, kondisi saat ini garam sedang sulit. Stok garam nasional untuk 250 juta masyarakat Indonesia plus industri tidak mencukupi. Tidak bisa menunggu panen petambak garam tahun ini karena musim hujan yang tidak menentu. Oleh karena itu, perlu solusi instan, sambil meningkatkan pembangunan infrastuktur garam. Pilihannya yang paling mungkin dan ekonomis dari sudut pandang pemerintah, ya impor garam dulu. Tinggal diperketat pengawasannya, jangan sampai garam impor yang murah itu ditimbun pedagang nakal dan dirembeskan penjualannya ke tingkat petani. Itu urusannya Bu Susi dan Disperindag. Di Tenggelamin saja, Gitu aja Kok Repot. Kata Almarhum Gus Dur. 

Jadi, mohon bagi para aktivis yang terlalu lebay dengan memposting foto rumus penguapan air laut atau menghubungkan panjang garis pantai dengan produksi garam untuk mempertanyakan kebijakan pemerintah, tolong di cek lagi ya ke Kementerian, jgn asal tuduh pemerintah dengan kajian kimia dan geografi jaman SMA, mungkin harus lanjut lagi ke IPB ambil jurusan Manajemen Sumberdaya Perairan atau Ilmu dan Teknologi Kelautan,
Atau lanjut S2 ke jurusan Ilmu Pencanaan biar mudeng ga sumbu pendek jadinya. 

Salam Dingin dan Adem dari Kota Hujan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar