Interkoneksi transmisi listrik Pulau Sulawesi menurut RUPTL PLN 2017
Garis putus-putus: rencana
Garis sambung: eksisting
Baru tahu mengapa target presiden kita menggandeng investor lokal, BUMD, dan asing untuk bangun pembangkit listrik karena sudah 72 tahun transmisi sulawesi masih dalam tahapan "rencana" dan "rencana" lagi.
Indonesia sangat luas, "tidak datar" dan dipisahkan oleh lautan. Sulawesi lebih parah lagi. Bentuknya menurut ahli geologi "Spider-like Shape" dan rintangan pegunungan yang memisahkan pesisir disisi yang satu dengan sisi yang lain. Tentunya kenyataan ini membuat cost produksi dan pemeliharaan jaringan kelistrikan yang sangat tinggi bagi PLN. Bayangkan saja, biaya pembangunan jaringan transmisi Palembang ke Riau (sekitar 700 km) sebesar 10 triliun. Sedangkan jarak rencana interkoneksi Mamuju-Palu-Gorontalo sekitar 1.000 km. Itu baru mau menyambung Sulawesi Barat, Tengah, dan Gorontalo. Tapi sedihnya, menurut informasi RUPTL PLN 2016-2025, penambahan jaringan transmisi di sulawesi hanya 300 - 400 km per tahun sejak 2010. Belum lagi rencana untuk pulau-pulau lain seperti Kalimantan, Maluku, dan Papua. Ditambah lagi ambisi PLN membangun pembangkit 15.000 MW sampai tahun 2020 yang per satu unitnya bisa sampai 19,5 miliar.
So, jika PLN terus memaksa membangun jaringan transmisi kelistrikan plus pembangkitnya ditengah terbatasnya APBN dan kondisi kita yang terus menghutang, mau sampai kapan masyarakat Sulawesi, Kalimantan, ataupun Papua bisa punya interkoneksi transmisi listrik antar provinsi, dimana kelebihan listrik dari provinsi yang satu bisa disumbangkan ke provinsi yang lain?
Saran saya, PLN fokus membangun transmisi dulu, berikan kesempatan dan porsi yang lebih besar kepada BUMD ataupun pivate sector untuk membantu kerjanya membangun pembangkit listrik. Masalah ketakutan PLN menjadi tukang jualan listrik seperti PLN Filipina bisa diakali dengan kebijakan divestasi saham ataupun perjanjian/kontrak dengan pemilik investasi yang tidak merugikan negara di masa depan. PLN juga sudah makan asam garam menghadapi kelakuan IPP (Independent Power Producer) sejak jaman Presiden Gus Dur dibawah Panglima Menko Ekuin Rizal Ramli, Si Raja Kepret.
Jika listrik tersedia melimpah dengan interkoneksi transmisi yang memadai, masyarakat akan sangat terbantu. Investor akan tertarik membangun pabrik-pabrik dan pusat-pusat industri. Keuntungan konsumsi listrik akan menjadi pendapatan daerah yang bisa digunakan untuk pembangunan infrastruktur baru di daerah yang jauh dari pusat pemerintahan. Tumbuhnya ekonomi daerah akan membantu pemimpin kita, siapapun orangnya untuk memeratakan dan mendistribusikan keadilan sosial bagi seluruh rakyat di wilayah Indonesia.
Salam Dingin dan Adem dari Kota Hujan