Oleh : Moh. Zulfajrin, Mahasiswa Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor
Setiap materi di alam pasti selalu mendapatkan gaya dari lingkungan tempatnya berada. Respon dari tiap materi berbeda-beda tergantung dari komponen penyusunnya dan kekuatan gaya yang diberikan. Begitupun dengan tanah yang merupakan material terpenting yang menunjang setiap kehidupan dibumi. Bagian tanah tertentu secara spesifik selalu mendapat gaya baik fisik (mekanik) melalui kontak langsung bukan hanya dengan bagian tanah yang lain tetapi juga dengan materi lainnya ataupun secara tak langsung dengan gaya-gaya seperti gravitasi dan lain sebagainya. Daya tahan tanah terhadap perlakuan fisik yang akan mengubah bentuknya disebut konsistensi tanah (Hardjowigeno 2010). Ini merupakan manifestasi dari gaya elektrostatik, van der Waals, ikatan hidrogen ataupun gaya London dari setiap atom/molekul pada permukaan luar partikel tanah yang akan menentukan kekuatan kohesi dan adhesi antar partikel tanah. Kekuatan ini selaras dengan hidrasi air (secara umum: kadar air tanah) yang berikatan pada tiap molekul dari partikel tanah (Hanafiah 2005). Sedangkan Russel dan Russel (1950) dalam Hillel (1980) menyatakan bahwa konsistensi tanah adalah manifestasi dari kohesi dan adhesi terhadap gaya-gaya fisik yang bekerja pada tanah pada berbagai kadar air. Hanafiah (2005) dalam bukunya “Dasar-dasar Ilmu Tanah” menyebutkan bahwa konsistensi tanah dipengaruhi oleh banyak faktor seperti tekstur, sifat dan jumlah koloid tanah (organik maupun anorganik), struktur dan (terutama) kadar air.
Atterberg (1911, 1912) yang disempurnakan oleh Cassagrande (1932) memberikan batas-batas tertentu terhadap tingkat kekakuan dari struktur tanah pada berbagai tingkat range kadar air. Angka-angka ini penting dalam kegiatan yang berhubungan dengan penggunaan tanah seperti pengolahan tanah untuk pertanian ataupun teknik sipil. Hardjowigeno (2010) melaporkan beberapa sifat tanah yang berhubungan dengan angka Atterberg seperti batas mengalir (liquid limit) dimana tanah mudah mengalir dan melekat pada partikel yang mengenainya, batas melekat yaitu batas dimana tanah mulai tidak dapat melekat pada materi lain yang memberikan gaya padanya, dan batas menggolek yakni batas penggolekan tanah yang tidak menimbulkan kerusakan (pecah ke segala jurusan). Istilah lain yang dikenalkan yaitu indeks plastisitas atau selisih kadar air batas mengalir dengan batas menggolek, jangka olah yang menunjukkan besarnya perbedaan kandungan air pada batas melekat dengan batas menggolek. Sementara itu, Hanafiah (2005) memberikan tiga macam konsistensi terkait kadar air tanah yaitu: (1)konsistensi basah yang terkait dengan kadar air tanah disekitar kapasitas lapang, (2)konsistensi lembab yakni kadar air antara kapasitas lapang dengan kering udara, dan (3)konsistensi kering yaitu konsistensi tanah saat kering udara.
Daftar Pustaka
Hanafiah KA.2005.Dasar-dasar Ilmu Tanah. Jakarta(ID):RajaGrafindo Persada
Hardjowigeno S.2010.Ilmu Tanah.Jakarta(ID):Akademika Pressindo
Tidak ada komentar:
Posting Komentar